Kamis, 19 Juli 2012

Engker Waluh II

Derik-derik jangkrik terdengar memekik. Alunannya sampai terdengar ke sebuah pokok huma lapuk. Tiada yang tahu apa maksud jangkrik berderik, tetapi aku percaya bahwa, suara-suara berisik yang dihasilkan oleh pergesekkan kakinya itu pertanda bahwa padang rumput disana masih alami berseri. Jangkrik-jangkrik itu seakan bergembira dan berterima kasih kepada Tuhannya karena telah memberikan kepada mereka sebuah tempat yang sangat sejuk dan asri. Sebuah tempat yang dianugrahkan Tuhan dimana rumput disana tumbuh sepanjang musim. Walau kemarau hujan melanda padang itu, tetaplah semak belukar menyimpan kesejukkan dan kedamaian bagi jangkrik-jangkrik itu.

Sesekali keadaaan senyap, tiada lagi pekikan koor musik akar rumput mereka. Seketika bahana sunyi, hewan pengerik itu tiba-tiba diam dari derikannya. Oh, ada apakah gerangan yang terjadi...? Ternyata disana ada beberapa burung layang sedang mencari mangsanya. Sayapnya yang hitam berkilauan. Mereka terbang seenaknya, tak peduli pada angin, udara, awan dan sesekali uap panas mentari yang menyapa. Bagi mereka, tanah itu dan tempat terbang mereka adalah milik mereka sendiri. Burung-burung yang egois sekaligus angkuh plus tortrue apolis. Suatu sifat yang dibina ketika mereka masih kecil, masa dimana mereka sudah ditinggal ibunya dan hanya sesekali saja ibunya itu mengantarkan makan sekaligus kasih sayang. Yang menjadi sebab, burung-burung itu menjadi mandiri, sendiri, berani dan cenderung antipati. 

Lihatlah, ia berhasil menangkap jangkrik itu, dan nasib jangkrik itu sudah berada di ujung paruhnya. 

***

Pangeran sudah sampai di padang rumput ditepi bukit Engker Waluh itu. Tampak bukit itu terlihat angkuh, menohok, membongkok, seakan-akan ia adalah seorang pertapa yang sedang bersemedi dengan elok. Bukit itu adalah kumpulan batu-batu besar yang saling susun menyusun sehingga kelihatanlah bahwa tanah yang menyelimutinya adalah hasil dari pelapukan yang sudah berlangsung selama beberapa masa. Tanaman lumut menjadi selimut tipis yang menjaga agar batu itu tak terpapar sinar mentari langsung, mencegahnya dari pemanasan yang berlebihan. terkadang air menetes dari batu itu. Air embun ataupun rembesan akar dan dahan yang menyimpan cadangan air dalam batangnya kemudian menetes setititik demi setitik memenuhi kubangan keladi tua alas yang kemudian tertumpah dari daun ketika sudah tak mampu menjaga bebannya.

Di balik itu semua, tersembunyi misteri yang belum tersingkap. mulai dari goa-goa yang tersembunyi, besarnya mulai dari seukuran jari sampai seukuran kerbau pedati. Ada juga ular derik yang bergigi gergaji, rombongan kelelawar yang menyimpan malam, pohon mahoni tua yang menyimpan segala duka pada akarnya, pohon petai cina yang selalu menggugurkan buah ketika buah itu belum masak sempurna. dan segala macam tanaman rambat yang merambat menjulur ke sekujur batang kelapa kerdil yang tumbuh di sebelah bukit yang banyak menyimpan air. Sangat menyeramkan jika mencoba masuk kesana dan mencoba menjelajahinya. 

Kuburan di atas bukit Engker Waluh yang tak terjamah manusia, itulah misteri sepanjang musim bagi penduduk setempat di sekitar bukit engker waluh. Misteri tentang siapa yang dikubur disana, siapa yang menguburkannya dan untuk apa seseorang membuat kubur di atas puncak bukit yang untuk mengunjunginya saja dibutuhkan keberanian dan ketangguhan serta sikap siaga, Pertanyaan itulah yang terngiang-ngiang oleh pangeran dan pangeran ingin segera mengetahui jawabannya..................


bersambung..................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar