Senin, 16 Juli 2012

Pil Dara


Sebuah Fiksi


Pil Dara

Pendahuluan

Suatu ketika, Raja dari negeri seberang ingin mencarikan menantu untuk anaknya. Anaknya barulah pulang dari menuntut ilmu di luar negeri dan sekarang siap untuk mengabdi dan memakmurkan negerinya. Tersebutlah bahwa anak sang raja adalah seorang yang gagah, bersih, pintar, cerdik cendikia, serta sangatlah berbakti pada orang tua. Sang Pangeran selama ini tidaklah diketahui oleh khalayak ramai dikarenakan sejak kecil sudah tinggal di negeri yang jauh dari kerajaan ini. Apalah dikata, ketika menginjak umur 25 tahun, Pangeran berhasil dengan gilang gemilang, pulang ke kampong akan mencari belahan jiwanya yang telah lepas dahulu ketika masa itu adalah masa kanak-kanak baginya. 

Sejaklah kepindahan sang pangeran dari negerinya itu, hatinya selalu dilanda resah gelisah. Ia sangat merindukan negerinya, merindukan sejuknya angin tropis alami, merindukan bulan purnama yang memancarkan cahayanya yang sayu dan sendu, serta merindukan seorang yang akan memenuhi hatinya.

Kata orang, bulan selalu menjadi saksi atas romantika masa-masa muda ketika hati  itu belumlah tercampur oleh huru hara dunia. Sekarang pangeran merasa merindukan saat-saat itu kembali. Saat ketika purnama bertahta di angkasa, ditemani oleh budak-budak bintang yang selalu mengelilinginya.

***

Pangeran itu memiliki nama 'Saujana', nama pemberian orang tuanya yang berarti 'sejauh mata memandang'. Sebuah filosofi yang berarti bahwa keinginan dan harapan orang tuanya agar si anak memiliki pengetahuan yang luas, wawasan yag luas, kebijaksanaan serta pandangan yang jauh ke depan. Tidak picik dan terkungkung seperti katak di dalam tempurung.

Kelahirannya ditandai dengan sembilan burung layang yang terbang di angkasa yang membentuk formasi segitiga bergerak menjauhi pantai. Kala itu musim badai sedang gencar-gencarnya menumpahkan derasnya air asin ke tepian pantai yang berbusa-busa. Di sore itu lahirlah bayi itu dengan selamat. 

Dia tidaklah seperti anak raja kebanyakan, dia biasa bergaul dengan rakyat jelata, senang bermain dengan pasir pantai serta bercanda dengan anak anak pantai Seroja. Tentu hal ini tidaklah disukai oleh keluarga kerajaan, karena sebagai anggota kerajaan tidaklah seharusnya bergaul dengan rakyat jelata, ia harus berkumpul dengan anggota kerajaan lainnya untuk bersenda gurau atau bermain dalam kungkungan pagar istana yang tinggi.

Tapi zamanlah sudah berubah, tiada lagi kungkungan yang menjadikan semua orang menjadi berkasta-kasta. Semua manusia berhak untuk hidup sama di negeri yang tercinta ini, bahkan hewan pun berhak mencari makan asal tidaklah menyusahkan orang lainnya. Tumbuhanpun berhak pula untuk tumbuh subur di negeri ini yang katanya air hujan tidak pernah berhenti di sepanjang tahun. 

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar